Jumat, 30 Maret 2012

Stand Up For Love


There are times I find it hard to sleep at night
We are living through such troubled times
And every child that reaches out for someone to hold
For one moment they become my own
And how can I pretend that I don't know what's going on
When every second with every minute another soul is gone

And I believe that in my life I will see
An end to hopelessness or giving up of suffering
If we all stand together this one time
Then no one will get left behind
Stand up for life
Stand up and hear me sing
Stand up for love

I'm inspired and hopeful each and every day
That's how I know that things are gonna change
So how can I pretend that I don't know what's going on
When every second with every minute another soul is gone

And I believe that in my life I will see
An end to hopelessness of giving up of suffering
If we all stand together this one time
Then no one will get left behind
Stand up for life
Stand up for love

And it all starts right here and it starts right now
One person stand up there and the rest will follow
For all the forgotten, for all the unloved
I'm gonna sing this song

And I believe that in my life I will see
An end to hopelessness of giving up of suffering
If we all stand together this one time
Then no one will get left behind
Stand up for life
Stand up and sing
Stand up for love

For love
For love

Menciptakan Akhir yang Baru

Dahulu dosen saya pernah berkata kira-kira seperti ini, “Saya tidak mau belajar dari kesalahan. Saya mau belajar dari kesuksesan.”

Saya pikir benar juga, karena “success breeds success”. Kesuksesan melahirkan kesuksesan.

Jika Anda pernah mendengar sebuah kutipan berbunyi “from failure we learn, from success not so much” itu sebenarnya kurang tepat. Intinya apakah kita cenderung belajar lebih banyak dari kegagalan, atau kesuksesan?

Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak bisa belajar dari kesalahan, tapi menurut sebuah penelitian belajar dari kesuksesan justru cenderung lebih positif.

Penelitian yang mengungkap hal ini dilakukan oleh seorang neuroscientist / ahli syaraf otak dari Massachusetts Institute of Technology bernama Earl Miller.

Sebenarnya penelitian ini dilakukan pada monyet (tentu karena yang diteliti neuronnya, bukan berarti kita sama dengan monyet) dan berlaku jika kesuksesan yang dialami diberi imbalan atau reward. Dengan adanya imbalan atau hal positif yang terasosiasi dengan kesuksesan tersebut, maka proses dalam neuron otak akan meningkat.

Tapi ini tentu bukan berarti bahwa kita tidak bisa belajar dari kesalahan atau kegagalan.

Sebenarnya penelitian tersebut menunjukkan kondisi di mana kesuksesan diberi imbalan, sementara kegagalan tidak menimbulkan dampak negatif.

Jika misalnya kegagalan atau kesalahan yang Anda alami memberi konsekuensi buruk pada Anda seperti kehilangan uang, Miller mengatakan bahwa situasi ini mungkin justru bisa memberi umpan positif. Jadi, intinya kesalahan bisa menjadi bahan evaluasi bagi kita.

Itulah mengapa dalam e-book targetpositif.com disampaikan bahwa kita perlu memberi imbalan pada diri sendiri atas keberhasilan, sekecil apapun keberhasilan itu dan sekecil apapun imbalan itu.

Terkait dengan hal ini baik dalam melangkah menuju hari baru, bulan baru, atau tahun baru, saya pikir ada satu kutipan terkenal yang ingin saya bagi:


“No one can go back and start a brand new start, anyone can start now and make a brand new ending.” - Carl Bard

Kita tidak bisa kembali ke masa lalu dan membuat awal yang baru, tapi kita bisa memulai sekarang dan menciptakan sebuah ending atau akhir yang baru.

Diri Anda sekarang juga bukanlah diri Anda selama ini.

Kita selalu bisa melakukan hal-hal baru di saat sekarang dan meninggalkan hal-hal di masa lalu yang tidak bisa kita ubah, yang sudah tidak ada gunanya bagaikan “menggergaji serbuk gergaji”.

Ini seperti satu bagian dari lirik lagu Taylor Swift berjudul Innocent (yang katanya ditujukan pada Kanye West yang telah meminta maaf karena sempat menyela dirinya ketika menerima penghargaan VMA) yang sangat saya suka:
“Who you are is not where you’ve been.”
Keadaan Anda saat ini tidaklah sama dengan keadaan Anda selama ini.

Dua Jalan dalam Kehidupan

J.S. Adams pernah menceritakan di dalam bukunya, “Allegories of Life” tentang dua orang pria yang akan menuju sebuah lembah yang indah dan subur, namun mereka harus melalui sebuah hutan yang sangat lebat untuk sampai ke sana. Orang-orang mengatakan bahwa jalan yang harus ditempuh gelap dan penuh halangan, tapi jika sampai maka semua akan terbayar.

Maka, kedua orang pria tadi pun memulai perjalanan secara bersama-sama di pagi hari. Lama kelamaan, pria pertama menjadi semakin tidak sabar karena susahnya medan yang ditempuh.

Pria pertama memutuskan untuk secepat mungkin sampai ke lembah. Ia tak peduli semak belukar atau tanaman-tanaman tajam yang harus ia hadapi. Ia terus saja menerjang, meskipun semua badannya menjadi sakit.

Ia pun berlari secepat mungkin, sehingga temannya tertinggal. Setelah perjuangannya menembus hutan, ia pun akhirnya sampai di lembah tujuannya, meski sekujur tubuhnya sakit. Orang-orang di sekitar lembah pun memutuskan untuk menolong dan merawatnya.

Ketika pria pertama tadi sudah sampai di lembah, pria kedua masih berada di belakang.

Apa yang dilakukannya? Ternyata ia menggunakan kampak untuk memotong semak belukar dan tanaman yang mengganggu di sepanjang jalannya menuju lembah. Meskipun butuh waktu lebih lama, ia memilih untuk mempermudah jalan untuk dirinya sendiri sekaligus bagi orang lain yang nantinya ingin menuju ke lembah.

Hari demi hari ia lewati, dan akhirnya ia sampai ke lembah yang dimaksud. Sesampainya di sana, ia pun bertemu temannya yang masih terbaring sakit.

Keesokan harinya, pria yang membuat jalan di hutan tadi kemudian langsung bisa bekerja bersama penduduk di sana, sementara temannya masih tak bisa berbuat apa-apa.

Dan setelah itu, banyak orang mulai berdatangan ke lembah yang indah tersebut melewati jalan yang telah dibuat oleh pria kedua tadi.

Dari cerita ini, J.S. Adams menekankan bahwa ada dua jalan mengarungi kehidupan. Pertama seperti yang dilakukan pria pertama tadi yang hanya memikirkan diri sendiri untuk sampai ke tujuan dan kemudian perjalanannya berakhir, atau seperti pria kedua yang mau membuka jalan untuk orang lain, sehingga mereka mendapat berkah dan manfaat dari apa yang telah ia lakukan.

Siapa Bilang MEMBERI Lebih Baik Daripada MENERIMA ?

Ok, Nabi Muhammad mengatakan seperti itu (tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah). Bukannya saya menentang, justru saya menulis ini karena saya setuju. Saya sebenarnya teringat salah satu pernyataan T. Harv Eker dalam bukunya, Secrets of the Millionaire Mind.

Harv mengatakan di bab "Wealth File #10" bahwa orang kaya adalah penerima yang bagus, dan orang miskin adalah penerima yang buruk. Memang saya setuju dengan pernyataan tersebut.

Idenya adalah bahwa orang kaya percaya bahwa diri mereka berharga (worthy) dan berhak menerima kekayaan, sementara orang miskin takut dan merasa tidak berharga (unworthy) sehingga mereka tidak berhak menerima kekayaan.


Contohnya, orang miskin ketika dipuji secara tulus mereka justru merasa tidak layak. Mereka juga tidak berani mematok harga tinggi untuk apa yang mereka berikan, bahkan jika apa yang mereka lakukan memang layak diberi harga mahal.

Tapi, lebih lanjut Harv mengatakan bahwa pernyataan "memberi lebih baik daripada menerima" adalah pernyataan yang salah yang diciptakan oleh mereka yang ingin agar orang lain yang lebih banyak memberi dan mereka yang menerima.

Tentu saja saya tidak setuju.

Saya lebih setuju dengan Jim Rohn. Ia mengatakan bahwa "memberi lebih baik daripada menerima karena memberi akan memulai proses menerima."

Lebih baik bukan berarti bahwa yang satu bisa ada tanpa yang lain. Dua-duanya, memberi dan menerima, sama-sama baik. Tapi menurut saya kita tidak bisa menerima jika kita tidak memberi.

Memang bisa saja pengemis terus menerima uang meski mereka tidak pernah memberi apapun, tapi seperti kata Anzia Yezierka (penulis dari Polandia), kemiskinan bisa diibaratkan sebagai sebuah kantung yang berlubang. Meski terus menerima, uang tersebut akan jatuh di tengah jalan.

"Giving is better than receiving because giving starts the receiving process." - Jim Rohn

Selasa, 13 Maret 2012

SELALU UNTUK SELAMANYA

bersandar di pelukmu
menatap di matamu
apakah kau ragu padaku
kini aku ragu padamu



adakah cinta yang tulus kepadaku
adakah cinta yang tak pernah berakhir
adakah cinta yang tulus kepadaku
adakah cinta yang tak pernah berakhir
selalu untuk selamanya

termenung dikeningmu
basah dimatamu
apakah itulah caramu
untuk membuktikan cintamu

sesungguhnya dirimu dihatiku
dan diriku dihatimu
walau ada ragu yang membara
ragu yang harus kau jawab

BELANJA & JODOH

Hey, I just got back from Singapore. Had a lot of fun and did some shopping as well. ;;)

Do you guys know what the beauty of shopping is? For me, it’s not about owning the things. It’s the joyous feeling saat tiba-tiba menemukan barang dengan model yang pas, ukuran yang pas, harga yang pas, di tempat yang pas, dan di waktu yang pas pula.

Shopping itu sebenarnya membutuhkan kejelian yang tinggi. Saat lagi hunting barang, terkadang kita tidak menemukan barang yang bagus atau yang kita inginkan hanya karena mata kita yang “kurang melihat” – ternyata barang tersebut berada di suatu sudut mana yang terlewat atau bertumpukan bersama barang-barang lain. Atau, mungkin juga karena kita yang kurang pintar memilih toko. Misalnya, toko A sebenarnya punya barang-barang bagus cuma kita tidak tergerak untuk masuk karena melihat tampilan luarnya saja atau karena sudah anti duluan dengan brand nya, sehingga akhirnya barang bagus itu pun remain undiscovered.

Selain kejelian, shopping itu juga membutuhkan luck yang besar. Contohnya, setelah kita sudah mendapat barang yang inginkan, tidak jarang tiba-tiba ternyata ukurannya gak ada. Atau saat model dan ukurannya sudah pas, kemudian lihat harganya… *nelen ludah dulu* kok mahal ya? Tidak cocok sama kantong dan akhirnya gagal beli. Nye-sek.

Waktu pun merupakan faktor yang sangat penting dalam berbelanja. Telat beberapa menit saja, barang yang seharusnya bisa jadi milik kita mungkin lenyap ke tangan orang lain. Saya sering sekali mengalami hal ini, hanya karena kebanyakan mikir sebelum membeli barang. Lucunya juga, saya pernah gagal – lagi-lagi karena kebanyakan mikir – sehingga saat akhirnya saya memutuskan untuk membeli barang tersebut dan walaupun kali ini barangnya masih ada, mbak penjualnya pun keburu ngomong “I’m sorry, we’re closing now.” FAIL.

Kalau dipikir-pikir, shopping itu sebenarnya seperti mencari jodoh. Butuh kejelian dan juga keberuntungan. Kalau semua pas, then it’s all yours. Kalau tidak, ya berarti bukan takdir. Jadi bagi yang lagi siap-siap mau belanja, cobalah berdoa minta diberi petunjuk demi kelancaran berbelanja layaknya minta diberi kelancaran jodoh. :p

Sabtu, 04 Desember 2010

AKU YANG AKAN PERGI


Perih ku menjalani
Sedih yang tak pernah berhenti

Letih terus kau sakiti
Perasaan ini kau bodohi

* Dimana dirimu yang mencintai
Aku sepenuh hati

Aku yang akan pergi
Bila kau enggan memilih
Cintaku ini bukan seperti
Tempat persinggahanmu